Ilustrasi Google
Cast: Shaheer Sheikh berperan sebagai Datu' Museng, Hans de Kraker berperan sebagai Tomalompoa, Fildzah Burhan berperan sebagai Maipa Deapati.
Production house: Paramedia indonesia
Sutradara : Rere Art2tonic
Genre : Drama, Legenda, romantis
Jadi film Maipa Deapati dan Datu Museng ini adalah sebuah Kisah Legenda Di tanah Mangkasara (baca: Makassar). Kisah cinta yang disebut sebut lebih romantis bahkan tragis dari cinta Romeo kepada Juliet. Yaitu kisah cinta Maipa Deapati dan Datu' Museng.
Pertama kali nonton film ini, yang ada dalam bayangan saya adalah bisa mendapatkan sensasi menonton layaknya film legenda dan drama romantis lainnya.
Tapi rupanya ini diluar ekspektasi saya. Saya memang bukan dari kalangan orang yang paham terhadap dunia perfilm-an. Tapi apa yang ada dalam bayangan saya ternyata tidak sesuai dengan realita yang ada.
Pertama, dari segi setting lokasi atau tempat. Film ini mengambil dua lokasi yang berbeda. Satu di tanah Makassar dan satunya lagi di tanah Samawa atau Pulau Sumbawa. Tapi di dalam film koq ngga nyebutin secara spesifik ya lokasi ketika scene berubah atau berpindah ke lokasi berbeda. Misalnya nih nyantumin kek pake text block. " Makassar tahun berapa " atau pas lagi di scene yang Sumbawa " Sumbawa tahun berapa ". Disini aja saya sebagai penonton udah bingung. Jadi sok menebak nebak ow ini scene nya lagi di Sumbawa, ow ini lagi di Makassar.
Kedua, dari segi pemain. Kalau mau pakai pemain mungkin yang sudah fasih berbahasa indonesia aja. Bukan mendatangkan pemain dari luar tapi fill nya jadi ngga dapet. Karena lidahnya masih agak belibet kalau mau nyebut kalimat dalam bahasa indonesia. Maksud saya sih biar lebih natural aja. Kan biaya bikin filmnya mahal. Bukan ngga suka sama pemain utamanya. Saya suka aktingnya Saheer Sheikh tapi mungkin bisa menyesuaikan dengan konteks filmnya juga.
Ketiga, bangunan yang dipakai di Makassar jadi istana koq bisa mirip ya sama bangunan istana di Sumbawa. Memang dalam kenyataannya begitu atau gimana ya. Entahlah.
Keempat, pakaian pemainnya juga seperti ngga mencerminkan kalau itu zaman voc loh..nah disini keterangan waktunya ngga dapet..
Apalagi ya.. dialognya masih kurang alami.. masih terkesan dibuat buat. Terus koq di zaman dahulu emang udah ada paving block ya. Ini sebenarnya settingan waktunya tahun berapaan. Terus kalau lihat busana khususnya buat pemeran pengawal Putri Maipa. Emang cara berpakaian gadis Sumbawa seperti itu ya. Kalau menurut saya sih lebih tepat kayak pramugari. Saran aja sih bajunya mungkin bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman voc dulu.
Setiap adegan per adegan terasa kaku dan dipaksakan. Sampai di akhir film pun, Belum ada hal yang bikin greget dan penasaran. Saya serasa nonton FTV. Kalau boleh kasi nilai buat film ini dari lima bintang kasi satu bintang ngga apa apa kali ya.
Komentar
Posting Komentar